Jumat, 12 Maret 2010

resume BLOG februari

1.kebudayaan suku sunda

Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah senyum lemah lembut dan sangat menghormati orang tua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua.
Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.

Untuk menghadapi keterpurukan kebudayaan Sunda, ada baiknya kita melangkah ke belakang dulu. Mempelajari, dan mengumpulkan pasir mutiara yang berserakan selama ini. Banyak petuah bijak dan khazanah ucapan nenek moyang jadi berkarat, akibat tidak pernah tersentuh pemiliknya. Hal ini disebabkan keengganan untuk mempelajari dengan seksama, bahkan mereka beranggapan ketinggalan zaman. Bila dipelajari, sebenarnya pancaran etika moral Sunda memiliki khazanah hikmah yang luar biasa. Hal itu terproyeksikan lewat tradisinya. Karena itu, marilah kita kenali kembali, dan menguak beberapa butir peninggalan nenek moyang Sunda yang hampir.

2. merenungkan mutu kebudayaan

Membangun kebudayaan pada hakikatnya meningkatkan budi dan daya manusia di dalam mengembangkan mutu dan kesejahteraan hidupnya. Kesejahteraan hidup manusia harus mengandung mutu untuk kepuasan batin dan pikiran. Sebaliknya idealisme mutu harus ada kaitannya dengan kenyataan kesejahteraan.

Kebudayaan tidak bisa diciptakan dengan kerakusan dan brutalitas. Sebab, batin manusia akan tersiksa. Di sisi lain, memuliakan batin kita tidak mungkin dilakukan tanpa memuliakan batin orang lain di dalam kehidupan bersama.
Apabila kesadaran batin adalah dasar kemantapan kebudayaan, kesadaran pikiran adalah motor kemajuannya. Ia sumber daya cipta yang bisa menyajikan cita-cita dan konsep untuk hidup bersama. Pikiran mampu bernalar secara sebab-akibat, sehingga melahirkan filsafat. Pikiran mampu bernalar secara analisis, sehingga melahirkan ilmu pengetahuan; atau secara paralel sehingga bisa mendekati batin, selanjutnya melahirkan mistikisme dan kesenian.

Selalu ada halangan di segenap kurun masa untuk memperkembangkan pikiran. Suatu penemuan pikiran yang akhirnya bisa diterima oleh masyarakat akan menjadi kesadaran akal sehat kolektif. Pemikiran baru yang datang kemudian, kadang-kadang sangat sulit untuk membuka dan memperkembangkan akal sehat kolektif itu.

Tanpa kelestarian dunia batin, kebudayaan tidak akan mendatangkan ketenteraman hidup kepada masyarakat. Tanpa dinamika dunia pikiran, struktur dan infrastruktur akan kehilangan fungsi, sehingga menjadi sekadar berhala belaka. Sebenarnya di dalam sila-sila kehidupan kita bersama telah tersedia jawaban yang positif. Melestarikan dunia batin akan ditunjang oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Mengembangkan filsafat kemanusiaan, mengenal adanya Kedaulatan Manusia dengan segenap hak dan kewajibannya akan ditunjang oleh Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Dan hak rakyat untuk mengembangkan akal sehat kolektif dengan mempraktikkan disiplin analisis akan sesuai dengan kalimat di dalam Preambule UUD 1945 yang berbunyi: Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.


(Sumber: Media Indonesia, 14 Juli 2009)


3. pengaruh budaya india terhadap indonesia


Pengaruh Budaya India yang masuk ke Indonesia antara lain terlihat dalam bidang:

1. Budaya

Pengaruh budaya India di Indonesia sangat besar bahkan begitu mudah diterima di Indonesia hal ini dikarenakan unsur-unsur budaya tersebut telah ada dalam kebudayaan asli bangsa Indonesia, sehingga hal-hal baru yang mereka bawa mudah diserap dan dijadikan pelengkap.

Pengaruh kebudayaan India dalam kebudayaan Indonesia tampak pada:

· Seni Bangunan

Akulturasi dalam seni bangunan tampak pada bentuk bangunan candi.

Di India, candi merupakan kuil untuk memuja para dewa dengan bentuk stupa.

Di Indonesia, candi selain sebagai tempat pemujaan, juga berfungsi sebagai makam raja atau untuk tempat menyimpan abu jenazah sang raja yang telah meninggal. Candi sebagai tanda penghormatan masyarakat kerajaan tersebut terhadap sang raja.

Contohnya:

Ø Candi Kidal (di Malang), merupakan tempat Anusapati di perabukan.

Ø Candi Jago (di Malang), merupakan tempat Wisnuwardhana di perabukan.

Ø Candi Singosari (di Malang) merupakan tempat Kertanegara diperabukan.

Di atas makam sang raja biasanya didirikan patung raja yang mirip (merupakan perwujudan) dengan dewa yang dipujanya. Hal ini sebagai perpaduaan antara fungsi candi di India dan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia. Sehingga, bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya adalah punden berundak, yaitu bangunan tempat pemujaan roh nenek moyang.

Contoh ini dapat dilihat pada bangunan candi Borobudur.

· Seni rupa, dan seni ukir.

Akulturasi dalam bidang seni rupa, dan seni ukir terlihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding candi.

Sebagai contoh: relief yang dipahatkan pada Candi Borobudur bukan hanya menggambarkan riwayat sang budha tetapi juga terdapat relief yang menggambarkan lingkungan alam Indonesia. Terdapat pula relief yang menggambarkan bentuk perahu bercadik yang menggambarkan kegiatan nenek moyang bangsa Indonesia pada masa itu.

· Seni Hias

Unsur-unsur India tampak pada hiasan-hiasan yang ada di Indonesia meskipun dapat dikatakan secara keseluruhan hiasan tersebut merupakan hiasan khas Indonesia.

Contoh hiasan : gelang, cincin, manik-manik.

· Aksara/tulisan

Berdasarkan bukti-bukti tertulis yang terdapat pada prasasti-prasasti(abad 5 M) tampak bahwa bangsa Indonesia telah mengenal huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Huruf Pallawa yang telah di-Indonesiakan dikenal dengan nama huruf Kawi. Sejak prasasti Dinoyo (760 M) maka huruf Kawi ini menjadi huruf yang dipakai di Indonesia dan bahasa Sansekerta tidak dipakai lagi dalam prasasti tetapi yang dipakai bahasa Kawi.Prasasti Dinoyo berhubungan erat dengan Candi Badut yang ada di Malang.

· Kesusastraan

Setelah kebudayaan tulis seni sastrapun mulai berkembang dengan pesat.

Seni sastra berbentuk prosa dan tembang (puisi). Tembang jawa kuno umumnya disebut kakawin. Irama kakawin didasarkan pada irama dari India.

Berdasarkan isinya, kesusastraan tersebut terdiri atas kitab keagamaan (tutur/pitutur), kitab hukum, kitab wiracarita (kepahlawanan) serta kitab cerita lainnya yang bertutur mengenai masalah keagamaan atau kesusilaan serta uraian sejarah, seperti Negarakertagama.

Bentuk wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kisah Ramayana dan Mahabarata. Kisah India itu kemudian digubah oleh para pujangga Indonesia, seperti Baratayudha yang digubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Berkembangnya karya sastra, terutama yang bersumber dari kisah Mahabarata dan Ramayana, telah melahirkan seni pertunjukan wayang kulit(wayang purwa).

Pertunjukkan wayang banyak mengandung nilai yang bersifat mendidik. Cerita dalam pertunjukkan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya sendiri asli Indonesia. Bahkan muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia seperti tokoh punakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Tokoh-tokoh ini tidak ditemukan di India.

Diposkan oleh .: Forever With U :.

pengaruh budaya india terhadap indonesia


  • Orang India menyebarkan kebudayaannya melalui hasil karya sastra, yang berbahasa Sansekerta dan Tamil yang berkembang di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia.
  • Pada abad 1-5 M di Indonesia muncul pusat-pusat perdagangan terutama pada daerah yang dekat dengan jalur perdagangan tersebut. Awalnya hanya sebagai tempat persinggahan tetapi akhirnya orang Indonesia ikut dalam kegiatan perdagangan sehingga Indonesia menjadi pusat pertemuan antar para pedagang, termasuk pedagang India.
  • Hal ini menyebabkan masuknya pengaruh budaya India pada berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Terlihat dengan masyarakat Indonesia yang akhirnya memeluk agama Hindu-Budha serta berdirinya kerajaan-kerajaan di Indonesia yang mendapat pengaruh India seperti Kutai, Tarumanegara, dsb.
  • Transfer kebudayaan India merupakan tahapan terakhir dari masa budaya pra sejarah setelah tahun 500 SM. Penyebarannya melalui proses perdagangan, yaitu jalur maritim melalui kawasan Malaka. Jalur perdagangan antar bangsa tersebut kemudian lebih dikenal dengan jalur Sutera. Bukti arkeologisnya ditemukan manik-manik berbahan kaca dan serpihan-serpihan kaca yang bertuliskan huruf Brahmi.
  • Kebudayan Indonesia pada zaman kuno mempunyai fungsi strategis dalam jalur perdagangan antara dua pusat perdagangan kuno, yaitu India dan Cina. Hubungan perdagangan Indonesia-India jauh lebih awal jika dibandingkan dengan hubungan Indonesia-Cina. Dimana hubungan perdagangan Indonesia India telah terjalin sejak awal abad 1 M. Hubungan dagang tersebut kemudian berkembang menjadi proses penyebaran kebudayaan. Penyebaran budaya India tersebut menyebabkan:

a. Tersebarnya agama Hindu-Budha di kalangan masyarakat Indonesia

b. Dikenalnya sistem pemerintahan kerajaan

c. Dikenalnya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa yang menandai masuknya zaman sejarah bagi masyarakat kepulauan Indonesia

d. Budaya India tersebut meninggalkan pengaruhnya pada kehidupan masyarakat prasejarah Indonesia terutama pada seni ukir, pahat, dan tulisan.

Kebudayaan India yang memegang peranan penting dalam perkembangan masyarakat prasejarah menjadi masyarakat sejarah.

Pengaruh Indonesia yang sampai India :

1. Perahu bercadik milik bangsa Indonesia mempengaruhi penggunaan perahu bercadik di India Selatan (Menurut Hornell)

2. Kelapa asli dari Indonesia yang dijadikan barang perdagangan hingga samapai di India.

Pengaruh India di Indonesia dapat dilihat dengan adanya:

  1. Arca Buddha dari Perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan, yang memperlihatkan langgam seni Amarawati (India Selatan pada Abad 2-5 SM).

  2. Selain itu ditemukan arca sejenis di daerah Jember, Jawa Timur, dan daerah Bukit Siguntang, Sumatera Selatan.

  3. Ditemukan arca Budha di Kutai, yang berlanggam seni arca Gunahasa, di India Utara.

Pengaruh Budaya India yang masuk ke Indonesia antara lain terlihat dalam bidang:

1. Budaya

Pengaruh budaya India di Indonesia sangat besar bahkan begitu mudah diterima di Indonesia hal ini dikarenakan unsur-unsur budaya tersebut telah ada dalam kebudayaan asli bangsa Indonesia, sehingga hal-hal baru yang mereka bawa mudah diserap dan dijadikan pelengkap.

Pengaruh kebudayaan India dalam kebudayaan Indonesia tampak pada:

· Seni Bangunan

Akulturasi dalam seni bangunan tampak pada bentuk bangunan candi.

Di India, candi merupakan kuil untuk memuja para dewa dengan bentuk stupa.

Di Indonesia, candi selain sebagai tempat pemujaan, juga berfungsi sebagai makam raja atau untuk tempat menyimpan abu jenazah sang raja yang telah meninggal. Candi sebagai tanda penghormatan masyarakat kerajaan tersebut terhadap sang raja.

Contohnya:

Ø Candi Kidal (di Malang), merupakan tempat Anusapati di perabukan.

Ø Candi Jago (di Malang), merupakan tempat Wisnuwardhana di perabukan.

Ø Candi Singosari (di Malang) merupakan tempat Kertanegara diperabukan.

Di atas makam sang raja biasanya didirikan patung raja yang mirip (merupakan perwujudan) dengan dewa yang dipujanya. Hal ini sebagai perpaduaan antara fungsi candi di India dan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia. Sehingga, bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya adalah punden berundak, yaitu bangunan tempat pemujaan roh nenek moyang.

Contoh ini dapat dilihat pada bangunan candi Borobudur.

· Seni rupa, dan seni ukir.

Akulturasi dalam bidang seni rupa, dan seni ukir terlihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding candi.

Sebagai contoh: relief yang dipahatkan pada Candi Borobudur bukan hanya menggambarkan riwayat sang budha tetapi juga terdapat relief yang menggambarkan lingkungan alam Indonesia. Terdapat pula relief yang menggambarkan bentuk perahu bercadik yang menggambarkan kegiatan nenek moyang bangsa Indonesia pada masa itu.

· Seni Hias

Unsur-unsur India tampak pada hiasan-hiasan yang ada di Indonesia meskipun dapat dikatakan secara keseluruhan hiasan tersebut merupakan hiasan khas Indonesia.

Contoh hiasan : gelang, cincin, manik-manik.

· Aksara/tulisan

Berdasarkan bukti-bukti tertulis yang terdapat pada prasasti-prasasti(abad 5 M) tampak bahwa bangsa Indonesia telah mengenal huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Huruf Pallawa yang telah di-Indonesiakan dikenal dengan nama huruf Kawi. Sejak prasasti Dinoyo (760 M) maka huruf Kawi ini menjadi huruf yang dipakai di Indonesia dan bahasa Sansekerta tidak dipakai lagi dalam prasasti tetapi yang dipakai bahasa Kawi.Prasasti Dinoyo berhubungan erat dengan Candi Badut yang ada di Malang.

· Kesusastraan

Setelah kebudayaan tulis seni sastrapun mulai berkembang dengan pesat.

Seni sastra berbentuk prosa dan tembang (puisi). Tembang jawa kuno umumnya disebut kakawin. Irama kakawin didasarkan pada irama dari India.

Berdasarkan isinya, kesusastraan tersebut terdiri atas kitab keagamaan (tutur/pitutur), kitab hukum, kitab wiracarita (kepahlawanan) serta kitab cerita lainnya yang bertutur mengenai masalah keagamaan atau kesusilaan serta uraian sejarah, seperti Negarakertagama.

Bentuk wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kisah Ramayana dan Mahabarata. Kisah India itu kemudian digubah oleh para pujangga Indonesia, seperti Baratayudha yang digubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Berkembangnya karya sastra, terutama yang bersumber dari kisah Mahabarata dan Ramayana, telah melahirkan seni pertunjukan wayang kulit(wayang purwa).

Pertunjukkan wayang banyak mengandung nilai yang bersifat mendidik. Cerita dalam pertunjukkan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya sendiri asli Indonesia. Bahkan muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia seperti tokoh punakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Tokoh-tokoh ini tidak ditemukan di India.


merenungkan mutu kebudayaan

Membangun kebudayaan pada hakikatnya meningkatkan budi dan daya manusia di dalam mengembangkan mutu dan kesejahteraan hidupnya. Kesejahteraan hidup manusia harus mengandung mutu untuk kepuasan batin dan pikiran. Sebaliknya idealisme mutu harus ada kaitannya dengan kenyataan kesejahteraan.

Kesejahteraan yang diperoleh dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan mana bisa menimbulkan ketentraman? Mana mungkin kesejahteraan dibangun dengan merusak kehidupan kaum lemah dan memorak-porandakan lingkungan alam? Sebaliknya pula, nilai-nilai mutu yang dipertahankan haruslah mengandung dinamika yang mampu menjawab tantangan zaman. Apakah gunanya nilai-nilai yang mengekang perkembangan kehidupan sosial kaum perempuan, misalnya? Dan apakah gunanya pula nilai-nilai yang menyebabkan masyarakat menjadi kolot? Meningkatkan budi dan daya manusia pada intinya adalah meningkatkan kesadaran dan kekuatan daya hidup. Totalitas kesadaran manusia tidak terdiri dari kesadaran pikiran semata, tetapi juga kesadaran batin dan panca indranya. Oleh sebab itu, olah kepekaan panca indra yang dikembangkan oleh dunia persilatan dan seni bela diri, juga dunia kanuragan dan dunia kepanduan pantas untuk dilestarikan. Sebab pancaindra adalah pintu pertama ke arah penyadaran terhadap kenyataan-kenyataan kebendaan di luar diri kita.

Pengamatan yang total dan teliti atas kenyataan kebendaan dari zat dan jasad di dalam alam semesta ini telah mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagi para seniman hal tersebut bisa melahirkan kemampuan untuk melukiskan kekayaan detail.

Adapun kepekaan batin adalah unsur kesadaran yang paling dalam pada diri manusia. Iman, cinta, kedamaian, kepuasan dan sejenisnya tidak bisa ditangkap oleh pancaindra. Bahkan, kadang luput dari pengertian pikiran. Tetapi bisa seketika dihayati oleh batin.

Kebudayaan tidak bisa diciptakan dengan kerakusan dan brutalitas. Sebab, batin manusia akan tersiksa. Di sisi lain, memuliakan batin kita tidak mungkin dilakukan tanpa memuliakan batin orang lain di dalam kehidupan bersama.
Apabila kesadaran batin adalah dasar kemantapan kebudayaan, kesadaran pikiran adalah motor kemajuannya. Ia sumber daya cipta yang bisa menyajikan cita-cita dan konsep untuk hidup bersama. Pikiran mampu bernalar secara sebab-akibat, sehingga melahirkan filsafat. Pikiran mampu bernalar secara analisis, sehingga melahirkan ilmu pengetahuan; atau secara paralel sehingga bisa mendekati batin, selanjutnya melahirkan mistikisme dan kesenian.

Selalu ada halangan di segenap kurun masa untuk memperkembangkan pikiran. Suatu penemuan pikiran yang akhirnya bisa diterima oleh masyarakat akan menjadi kesadaran akal sehat kolektif. Pemikiran baru yang datang kemudian, kadang-kadang sangat sulit untuk membuka dan memperkembangkan akal sehat kolektif itu.

Tanpa kelestarian dunia batin, kebudayaan tidak akan mendatangkan ketenteraman hidup kepada masyarakat. Tanpa dinamika dunia pikiran, struktur dan infrastruktur akan kehilangan fungsi, sehingga menjadi sekadar berhala belaka. Sebenarnya di dalam sila-sila kehidupan kita bersama telah tersedia jawaban yang positif. Melestarikan dunia batin akan ditunjang oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Mengembangkan filsafat kemanusiaan, mengenal adanya Kedaulatan Manusia dengan segenap hak dan kewajibannya akan ditunjang oleh Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Dan hak rakyat untuk mengembangkan akal sehat kolektif dengan mempraktikkan disiplin analisis akan sesuai dengan kalimat di dalam Preambule UUD 1945 yang berbunyi: Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

(Sumber: Media Indonesia, 14 Juli 2009)

kebudayaan suku sunda

Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah senyum lemah lembut dan sangat menghormati orang tua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua.

Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.
Sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa namun dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara. Sejak dari awal hingga kini, budaya Sunda terbentuk sebagai satu budaya luhur di Indonesia. Namun, modernisasi dan masuknya budaya barat lambat laun mengikis keluhuran budaya Sunda, yang membentuk etos dan watak manusia Sunda.

Untuk menghadapi keterpurukan kebudayaan Sunda, ada baiknya kita melangkah ke belakang dulu. Mempelajari, dan mengumpulkan pasir mutiara yang berserakan selama ini. Banyak petuah bijak dan khazanah ucapan nenek moyang jadi berkarat, akibat tidak pernah tersentuh pemiliknya. Hal ini disebabkan keengganan untuk mempelajari dengan seksama, bahkan mereka beranggapan ketinggalan zaman. Bila dipelajari, sebenarnya pancaran etika moral Sunda memiliki khazanah hikmah yang luar biasa. Hal itu terproyeksikan lewat tradisinya. Karena itu, marilah kita kenali kembali, dan menguak beberapa butir peninggalan nenek moyang Sunda yang hampir.

Ada beberapa etos atau watak dalam budaya Sunda tentang satu jalan menuju keutamaan hidup. Selain itu, etos dan watak Sunda juga dapat menjadi bekal keselamatan dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Etos dan watak Sunda itu ada lima, yakni cageur, bageur, bener, singer, dan pinter yang sudah lahir sekitar jaman Salakanagara dan Tarumanagara. Ada bentuk lain ucapan sesepuh Sunda yang lahir pada abad tersebut. Lima kata itu diyakini mampu menghadapi keterpurukan akibat penjajahan pada zaman itu. Coba kita resapi pelita kehidupan lewat lima kata itu. Semua ini sebagai dasar utama urang Sunda yang hidupnya harus 'nyunda', termasuk para pemimpin bangsa.


Sumber: Bapak Eman Sulaeman, Yayasan Hanjuang Bodas, Bogor.